PESTA PERNIKAHAN ADAT TORAJA
Toraja adalah salah satu suku yang
mendiami jazirah Sulawesi, mereka sebagian besar berdiam di kabupaten yang
bernama Tana Toraja dan Toraja Utara, sekitar 350 km sebelah utara kota
Makassar ibukota propinsi Sulawesi Selatan.
Orang luar mungkin mengenal masyarakat suku Toraja
dengan budayanya yang eksotis serta keindahan alamnya yang memukai. Budaya yang
paling terkenal tentu saja adalah upacara pemakaman para bangsawan yang
berlangsung sangat meriah dan menghabiskan dana hingga miliaran rupiah.
Berbeda dengan suku Bugis atau Makassar yang sama-sama
berada dalam propinsi Sulawesi Selatan, orang Toraja terkenal dengan upacara
pemakamannya yang lebih meriah daripada upacara pernikahan. Upacara pernikahan
sendiri sebagian besar mirip dengan upacara pernikahan suku Makassar atau
Bugis.
Pernikahan bagi orang Toraja harus dengan restu kedua
pasang orang tua, jika itu dilanggar maka pria dan wanita yang menikah tersebut
akan diasingkan atau tidak diakui sebagai anak. Pada jaman dahulu pernikahan
tentu belum seperti sekarang, pria dan wanita belum bebas berinteraksi dan
orang tua serta keluarga besar memegang kendali dalam proses perjodohan
tersebut.
Perjodohan atau pernikahan diawali dengan sebuah
hantaran sirih dari keluarga pria ke keluarga calon mempelai wanita. Ini
sebagai langkah awal untuk mengetahui apakah ada jalan untuk meneruskan ke
jenjang berikutnya atau tidak. Keluarga pria akan mengutus orang yang dipercaya
untuk membawa sirih ke rumah perempuan. Bila diterima dengan baik maka artinya
keluarga pihak pria bisa melanjutkan dengan acara lamaran.
Pelamaran
Pada waktu melamar disebutkan tentang ganti kerugian
yang nilainya juga akan disebutkan pada upacara resmi perkawinan. Pembayaran
tersebut dinilai dengan kerbau. Dalam adat pernikahan orang Toraja tidak ada
disebutkan tentang mas kawin, kecuali jika sang wanita menikah dengan pria yang
tidak disetujui orang tuanya. Si pria harus membayar mas kawin yang terdiri
dari:
- Untuk wanita golongan puang 1-12 ekor kerbau.
- Wanita golongan tumakaka 1-3 ekor kerbau.
- Wanita golongan hamba 1 ekor kerbau.
Upacara pernikahan di Toraja sangat sederhana, tidak
seperti yang dilakukan oleh orang Bugis atau Makassar. Keseluruhan upacara
pernikahan hanya berlangsung beberapa hari saja. Adat dan upacara pernikahan
orang Toraja terdiri tiga tingkatan, meski itu juga tidak mengikat karena semua
tergantung pada kemampuan dan keinginan kedua belah pihak calon mempelai.
Pernikahan dengan upacara Rompo Bobo
Bannang.
Pernikahan dengan adat Rompo Bobo Bannang ini adalah
upacara pernikahan yang paing sederhana. Utusan dari pihak pria akan
menyampaikan lamaran, jika disetujui maka disampaikanlah waktu kedatangan
mereka. Waktu kedatangan rombongan mempelai pria biasanya malam hari.
Ketika waktu yang ditentukan tiba, datanglah rombongan
mempelai pria yang terdiri dari mempelai pria dengan 2 atau 4 pengikut yang
naik ke atas rumah. Mereka akan mendapatkan pertanyaan dari orang tua mempelai
wanita dengan bahasa Toraja:
To lendu konronan roomika batuto lempong kaboangian
rokomiko (Adakah kamu ini singgah karena hujan atau karena kemalaman?)
Kemudian dijawab oleh salah satu perwakilan
mempelai pria dengan:
Toeroka lendu to konronan batu toeroki lempang to
kabuangin apa lamu ulu’ rukon olukna rompo kopa loma luntun roku bicarana
pasuelle allo. (kami tidak singgah karena kehujanan, tapi kami akan datang
untuk mengadakan pernikahan sesuai aturan dari dahulu kepada nenek moyang
kita).
Orang tua wanita membuka pintu dan mempelai pria
beserta rombongannya naik ke atas rumah. Mereka kemudian dijamu makan dan
minum. Sesudah makan, tamu-tamu pulang ke rumah sementara mempelai pria tetap
tinggal di rumah mempelai wanita. Dengan resmi upacara pernikahan secara Bobo
Bannang dianggap selesai.
Pernikahan dengan upacara Rompo
KaroEng.
Pernikahan dengan upacara Rompo KaroEng sesungguhnya
hampir sama urutannya dengan upacara Rompo Bobo, hanya ada sedikit tambahan
pada detail pelaksanaannya. Upacara dimulai dengan lamaran yang ditandai dengan
utusan pria yang membawa sirih. Jika lamaran diterima maka keluarga wanita akan
menentukan hari pernikahan.
Di hari yang disepakati, mempelai pria akan datang
bersama rombongan pengiring yang terdiri dari kerabat dan handai taulan. Semua
pengiring adalah pria juga. Tiba di pekarangan rumah, iring-iringan ini akan
disambut oleh keluarga mempelai pria dengan sambutan dan tanya jawab yang sama
dengan upacara Rompo Bobong. Setelah selesai maka rombongan pria akan
dipersilakan duduk di lumbung.
Ketika malam tiba, rombongan mempelai pria akan
dipersilakan naik ke atas rumah. Di sana mereka dijamu makan dan minum. Setelah
makan dan minum, orang tua wanita akan membacakan hukum pernikahan. Dalam adat
Toraja, jika terjadi sesuatu yang membatalkan pernikahan atau terjadi
perceraian maka pihak yang dianggap bersalah harus membayar denda atau disebut
Kapa sesuai tingkatannya. Denda tersebut dinilai dengan kerbau.
Sesudah pembacaan hukum pernikahan maka rombongan
mempelai pria akan meninggalkan rumah mempelai wanita meninggalkan mempelai
pria sendirian. Dengan itu secara resmi upacara Rampo KaroEng dianggap selesai.
Pernikahan degan upacara Rompo Allo.
Pernikahan dengan upacara Rompo Allo adalah upacara
tingkat ketiga dari pernikahan suku Toraja. Pernikahan dengan upacara ini
berlangsung beberapa hari dengan upacara yang lebih besar. upacara ini biasanya
hanya dilakukan oleh mereka dari golongan bangsawan.
Pernikahan diawali dengan paingka kada atau
menyelidiki calon mempelai wanita. Penyelidikan ini dilakukan untuk mencari
tahu apakah calon mempelai wanita itu belum ada yang melamar ataukah memang ada
peluang bagi calon mempelai pria untuk meminangnya.
Jika penyelidikan telah selesai dan ternyata wanita
yang diincar belum ada yang melamar dan keluarganya berkenan untuk menerima
sang pria, maka berikutnya dilakukan umbaa pangan atau melamar secara
resmi. Pinangan ditandai dengan sirih pinang yang diantar utusan dari calon
mempelai pria kepada orang tua calon mempelai wanita. Pengantar sirih pinang
ini terdiri dari beberapa orang wanita dan pria yang berpakaian adat.
Setelah pinangan diterima, utusan mempelai pria akan
datang lagi untuk membicarakan waktu yang tepat untuk upacara pernikahan.
Setelah hari pernikahan disepakati maka kedua pihak akan mengadakan persiapan.
Keluarga mempelai wanita akan memotong babi sebagai isyarat yang akan disajikan
pada upacara peresmian pernikahan. Seekor babi juga dipotong untuk peresmian
pinggan adat (dulang). Dulang ini dijejer sebanyak-banyaknya 12 buah dan
sekurang-kurangnya 8 buah. Disiapkan sebelum rombongan pengantin datang.
Di hari yang telah disepakati, rombongan pria akan
datang jam 7 malam. Jumlah rombongan tidak terbatas, terdiri dari kerabat dan
handai taulan. Upacara ini disebut Topasulau atau mengantar mempelai pria,
sementara rombongannya sendiri disebut Topasolan.
Rombongan ini berurutan mulai dari penunjuk jalan
paling depan, kemudian pemikul kayu bakar, beberapa laki-laki, mempelai pria,
pengiringnya serta sering pula rombongan penari Paburak yang menari sepanjang
jalan. Ada pantangan yang berlaku dalam iring-iringan ini, di antaranya adalah
anggota rombongan tidak boleh saling bersentuhan pada waktu berjalan. Jika
iring-iringan mereka bertemu ular atau lipan maka mereka harus kembali dan
tidak boleh meneruskan perjalanan.
Setiba di rumah mempelai wanita, rombongan awalnya
akan disuruh menunggu di lumbung atau tempat terbuka lainnya untuk disuguhi
sirih pinang. Setelah itu rombongan akan dipersilakan naik ke atas rumah dan
mengambil tempat yang sudah ditentukan. Mempelai wanita akan keluar dari
sombung (kamar tertentu yang sudah disediakan) dan duduk berdampingan dengan
mempelai pria diapit oleh imam masing-masing.
Setelah duduk berhadap-hadapan maka dimulailah upacara
makan bersama. Kedua mempelai akan makan dari dulang yang sama yang sudah diisi
dengan buku leso (kaki belakang babi). Makan bersama ini sebagai prosesi
peresmian pernikahan yang diikuti dengan dialog kapa dilampok antara
imam kedua belah pihak.
Setelah selesai maka rombongan pengantar mempelai pria
akan meninggalkan rumah mempelai wanita sekaligus pertanda usainya upacara
pernikahan tersebut.
Tiga hari setelah upacara pernikahan diadakanlah
kunjungan balasan yang disebut pasule barasang ke rumah mempelai pria.
Keluarga mempelai pria akan memotong seekor babi untuk jamuan kepada pihak
mempelai wanita.
Demikianlah sedikit penjelasan tentang upacara
pernikahan orang Toraja. Jaman sekarang upacara-upacara tersebut sudah
disempurnakan dengan upacara keagamaan. Mayoritas orang Toraja beragama nasrani
sehingga upacara pernikahan mereka kemudian akan disempurnakan dengan upacara
pernikahan di gereja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar