PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
78 TAHUN 2010
TENTANG
REKLAMASI
DAN PASCATAMBANG
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
:
bahwa
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 101 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Reklamasi dan Pascatambang;
Mengingat
:
1. Pasal
5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4959);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN
PEMERINTAH TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam
Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pertambangan,
Mineral, Batubara, Pertambangan Mineral, Pertambangan Batubara, Usaha
Pertambangan, Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut IUP, Izin Usaha Pertambangan
Khusus yang selanjutnya disebut IUPK, Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi yang
selanjutnya disebut IUP Eksplorasi, Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi
yang selanjutnya disebut IUP Operasi Produksi, Izin Usaha Pertambangan Khusus
Eksplorasi yang selanjutnya disebut IUPK Eksplorasi, Izin Usaha Pertambangan
Khusus Operasi Produksi yang selanjutnya disebut IUPK Operasi Produksi,
Eksplorasi, Studi Kelayakan, Operasi
Produksi, Penambangan, Pengolahan dan Pemurnian, Reklamasi, Kegiatan
Pascatambang yang selanjutnya disebut Pascatambang, adalah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara.
2. Menteri
adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertambangan
mineral dan batubara.
BAB
II
PRINSIP
REKLAMASI DAN PASCATAMBANG
Pasal
2
(1) Pemegang
IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib melaksanakan reklamasi.
(2) Pemegang
IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan reklamasi dan
pascatambang.
(3) Reklamasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap lahan terganggu pada
kegiatan eksplorasi.
(4) Reklamasi
dan pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap lahan
terganggu pada kegiatan pertambangan dengan sistem dan metode:
a. penambangan
terbuka; dan
b. penambangan
bawah tanah.
Pasal
3
(1) Pelaksanaan
reklamasi oleh pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib memenuhi
prinsip:
a. perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan; dan
b. keselamatan
dan kesehatan kerja.
(2) Pelaksanaan
reklamasi dan pascatambang oleh pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi
Produksi wajib memenuhi prinsip:
a. perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan;
b. keselamatan
dan kesehatan kerja; dan
c. konservasi
mineral dan batubara.
Pasal
4
(1) Prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, paling sedikit meliputi :
a. perlindungan
terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut, dan tanah serta udara
berdasarkan standar baku mutu atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. perlindungan
dan pemulihan keanekaragaman hayati;
c. penjaminan
terhadap stabilitas dan keamanan timbunan batuan penutup, kolam tailing,
lahan bekas tambang, dan struktur buatan lainnya;
d. pemanfaatan
lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya;
e. memperhatikan
nilai-nilai sosial dan budaya setempat; dan
f. perlindungan
terhadap kuantitas air tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Prinsip
keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
huruf b dan ayat (2) huruf b, meliputi:
a. perlindungan
keselamatan terhadap setiap pekerja/buruh; dan
b. perlindungan
setiap pekerja/buruh dari penyakit akibat kerja.
(3) Prinsip
konservasi mineral dan batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)
huruf c, meliputi:
a. penambangan
yang optimum;
b. penggunaan
metode dan teknologi pengolahan dan pemurnian yang efektif dan efisien;
c. pengelolaan
dan/atau pemanfaatan cadangan marjinal, mineral kadar rendah, dan mineral
ikutan serta batubara kualitas rendah; dan
d. pendataan
sumber daya serta cadangan mineral dan batubara yang tidak tertambang serta
sisa pengolahan dan pemurnian.
(4) Dalam
hal mineral ikutan dari sisa penambangan, pengolahan dan pemurnian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, dan huruf c mengandung radioaktif,
wajib melakukan analisis keselamatan radiasi untuk tenorm dan
melaksanakan intervensi terhadap paparan radiasi yang berasal dari tenorm sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB
III
TATA
LAKSANA REKLAMASI DAN PASCATAMBANG
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
5
(1) Pemegang
IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi sebelum melakukan kegiatan eksplorasi wajib
menyusun rencana reklamasi berdasarkan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
(2) Rencana
reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam rencana kerja dan
anggaran biaya eksplorasi.
Pasal
6
(1) Pemegang
IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi yang telah menyelesaikan kegiatan studi
kelayakan harus mengajukan permohonan persetujuan rencana reklamasi dan rencana
pascatambang kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Rencana
reklamasi dan rencana pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
bersamaan dengan pengajuan permohonan IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi
Produksi.
(3) Rencana
reklamasi dan rencana pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
berdasarkan dokumen lingkungan hidup yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
(4) Rencana
reklamasi dan rencana pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
sesuai dengan:
a. prinsip
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
b. sistem
dan metode penambangan berdasarkan studi kelayakan;
c. kondisi
spesifik wilayah izin usaha pertambangan; dan
d. ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian
Kedua
Rencana
Reklamasi
Pasal
7
(1) Rencana
reklamasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
(2) Dalam
rencana reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat rencana reklamasi
untuk masing-masing tahun.
(3) Dalam
hal umur tambang kurang dari 5 (lima)
tahun, rencana reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan
umur tambang.
(4) Rencana
reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) paling
sedikit memuat:
a. tata
guna lahan sebelum dan sesudah ditambang;
b. rencana
pembukaan lahan;
c. program
reklamasi terhadap lahan terganggu yang meliputi lahan bekas tambang dan lahan
di luar bekas tambang yang bersifat sementara dan/atau permanen;
d. kriteria
keberhasilan meliputi standar keberhasilan penataan lahan, revegetasi,
pekerjaan sipil, dan penyelesaian akhir; dan
e. rencana
biaya reklamasi terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung.
(5) Lahan
di luar bekas tambang sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf
c meliputi:
a. tempat
penimbunan tanah penutup;
b. tempat
penimbunan sementara dan tempat penimbunan bahan tambang;
c. jalan;
d. pabrik/instalasi
pengolahan dan pemurnian;
e. bangunan/instalasi
sarana penunjang;
f. kantor
dan perumahan;
g. pelabuhan
khusus; dan/atau
h. lahan
penimbunan dan/atau pengendapan tailing.
Pasal
8
Dalam
hal reklamasi berada di dalam kawasan hutan, wilayah pesisir, dan pulau-pulau
kecil, perencanaan reklamasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal
9
Ketentuan
lebih lanjut mengenai penyusunan rencana reklamasi diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian
Ketiga
Rencana
Pascatambang
Pasal
10
Rencana
pascatambang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 memuat:
a. profil
wilayah, meliputi lokasi dan aksesibilitas wilayah, kepemilikan dan peruntukan
lahan, rona lingkungan awal, dan kegiatan usaha lain di sekitar tambang;
b. deskripsi
kegiatan pertambangan, meliputi keadaan cadangan awal, sistem dan metode
penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta fasilitas penunjang;
c. rona
lingkungan akhir lahan pascatambang, meliputi keadaan cadangan tersisa,
peruntukan lahan, morfologi, air permukaan dan air tanah, serta biologi akuatik
dan teresterial;
d. program
pascatambang, meliputi:
1. reklamasi
pada lahan bekas tambang dan lahan di luar bekas tambang;
2. pemeliharaan
hasil reklamasi;
3. pengembangan
dan pemberdayaan masyarakat; dan
4. pemantauan.
e. organisasi
termasuk jadwal pelaksanaan pascatambang;
f. kriteria
keberhasilan pascatambang; dan
g. rencana
biaya pascatambang meliputi biaya langsung dan biaya tidak langsung.
Pasal
11
Pemegang
IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi dalam menyusun rencana pascatambang harus
berkonsultasi dengan instansi Pemerintah, instansi pemerintah provinsi dan/atau
instansi pemerintah kabupaten/kota yang membidangi pertambangan mineral dan
batubara, instansi terkait lainnya, dan masyarakat.
Pasal
12
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana dan kriteria keberhasilan
pascatambang diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB
IV
PERSETUJUAN
RENCANA REKLAMASI DAN
RENCANA
PASCATAMBANG
Bagian
Kesatu
Persetujuan
Rencana Reklamasi
Pasal
13
(1) Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan
persetujuan atas rencana reklamasi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari kalender sejak IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi
diterbitkan.
(2) Dalam
hal rencana reklamasi belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6, Pasal 7, dan Pasal 8, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
mengembalikan rencana reklamasi kepada pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK
Operasi Produksi.
(3) Pemegang
IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi harus menyampaikan kembali
rencana reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah disempurnakan
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender kepada Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal
14
(1) Pemegang
IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi wajib melakukan perubahan
rencana reklamasi yang telah disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
apabila terjadi perubahan atas:
a. sistem
dan metode penambangan yang telah disetujui;
b. kapasitas
produksi;
c. umur
tambang;
d. tata
guna lahan; dan/atau
e. dokumen
lingkungan hidup yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
(2) Perubahan
rencana reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dalam jangka
waktu paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sebelum
pelaksanaan reklamasi tahun berikutnya kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
(3) Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan
persetujuan atas perubahan rencana reklamasi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 dalam jangka waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari kalender sejak menerima pengajuan perubahan rencana
reklamasi.
(4) Dalam
hal perubahan rencana reklamasi belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya mengembalikan pengajuan perubahan rencana reklamasi
kepada pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi.
(5) Pemegang
IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi harus menyampaikan kembali
perubahan rencana reklamasi yang telah disempurnakan dalam jangka waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari kalender kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
Pasal
15
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pemberian persetujuan rencana reklamasi diatur
dengan Peraturan Menteri.
Bagian
Kedua
Persetujuan
Rencana Pascatambang
Pasal
16
(1) Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan persetujuan
atas rencana pascatambang yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, Pasal 10, dan Pasal 11 dalam jangka waktu paling lama 60 (enam
puluh) hari kalender sejak IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi
diterbitkan.
(2) Dalam
hal rencana pascatambang belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, Pasal 10, dan Pasal 11, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya mengembalikan rencana pascatambang kepada pemegang IUP
Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi.
(3) Pemegang
IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi harus menyampaikan kembali
rencana pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah disempurnakan
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender kepada Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal
17
(1) Pemegang
IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi wajib melakukan perubahan
rencana pascatambang apabila terjadi perubahan rencana reklamasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14.
(2) Perubahan
pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(3) Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan persetujuan
atas perubahan rencana pascatambang yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 10, dan Pasal 11 dalam jangka waktu paling lama
90 (sembilan puluh) hari kalender sejak menerima pengajuan perubahan rencana pascatambang.
(4) Perubahan
rencana pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan
dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) tahun sebelum akhir kegiatan
penambangan.
Pasal
18
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pemberian persetujuan rencana pascatambang
diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB
V
PELAKSANAAN
DAN PELAPORAN
Bagian
Kesatu
Reklamasi
Tahap Eksplorasi
Pasal
19
(1) Pelaksanaan
reklamasi pada lahan terganggu akibat kegiatan eksplorasi dilakukan pada lahan
yang tidak digunakan pada tahap operasi produksi.
(2) Lahan
terganggu akibat kegiatan eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi lubang pengeboran, sumur uji, parit uji, dan/atau sarana penunjang.
(3) Pelaksanaan
reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai memenuhi kriteria
keberhasilan.
Bagian
Kedua
Reklamasi
dan Pascatambang Tahap Operasi Produksi
Pasal
20
(1) Pemegang
IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan reklamasi dan
pascatambang sesuai dengan rencana reklamasi dan rencana pascatambang sampai memenuhi
kriteria keberhasilan.
(2) Dalam
melaksanakan reklamasi dan pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi harus menunjuk pejabat yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan reklamasi dan pascatambang.
Pasal
21
Pelaksanaan
reklamasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20 wajib dilakukan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah tidak ada kegiatan usaha
pertambangan pada lahan terganggu.
Bagian
Ketiga
Pelaporan
dan Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang
Pasal
22
(1) Pemegang
IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan kegiatan reklamasi setiap 1 (satu) tahun kepada Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi
terhadap laporan pelaksanaan reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterimanya
laporan.
Pasal
23
Berdasarkan
hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberitahukan tingkat
keberhasilan reklamasi secara tertulis kepada pemegang IUP Operasi Produksi dan
IUPK Operasi Produksi.
Pasal
24
Dalam
hal reklamasi berada di dalam kawasan hutan, wilayah pesisir, dan pulau-pulau
kecil, penilaian keberhasilan reklamasi dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
Pasal
25
(1) Pemegang
IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan pascatambang
setelah sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan berakhir.
(2) Dalam
hal seluruh kegiatan usaha pertambangan berakhir sebelum jangka waktu yang
ditentukan dalam rencana pascatambang, pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi
Produksi wajib melaksanakan pascatambang.
(3) Pascatambang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dilakukan dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah sebagian atau seluruh
kegiatan usaha pertambangan berakhir.
Pasal
26
(1) Pemegang
IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan pascatambang setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
(2) Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi
terhadap laporan pelaksanaan pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
diterimanya laporan.
Pasal
27
Berdasarkan
hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberitahukan tingkat
keberhasilan pascatambang secara tertulis kepada pemegang IUP Operasi Produksi
dan IUPK Operasi Produksi.
Pasal
28
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan dan evaluasi reklamasi serta
pascatambang diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB
VI
JAMINAN
REKLAMASI DAN PASCATAMBANG
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
29
(1) Pemegang
IUP dan IUPK wajib menyediakan:
a. jaminan
reklamasi; dan
b. jaminan
pascatambang.
(2) Jaminan
reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. jaminan
reklamasi tahap eksplorasi; dan
b. jaminan
reklamasi tahap operasi produksi.
Bagian
Kedua
Jaminan
Reklamasi
Pasal
30
(1) Jaminan
reklamasi tahap eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a
ditetapkan sesuai dengan rencana reklamasi yang disusun berdasarkan dokumen lingkungan
hidup dan dimuat dalam rencana kerja dan anggaran biaya eksplorasi.
(2) Jaminan
reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan pada bank pemerintah
dalam bentuk deposito berjangka.
(3) Penempatan
jaminan reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak rencana kerja dan
anggaran biaya tahap eksplorasi disetujui oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
Pasal
31
(1) Jaminan
reklamasi tahap operasi produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2)
huruf b ditetapkan sesuai dengan rencana reklamasi.
(2) Jaminan
reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. rekening
bersama pada bank pemerintah;
b. deposito
berjangka pada bank pemerintah;
c. bank
garansi pada bank pemerintah atau bank swasta nasional; atau
d. cadangan
akuntansi.
(3) Penempatan
jaminan reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak rencana reklamasi
disetujui oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal
32
Penempatan
Jaminan Reklamasi tidak menghilangkan kewajiban pemegang IUP dan IUPK untuk
melaksanakan reklamasi.
Pasal
33
Apabila
berdasarkan hasil evaluasi terhadap laporan pelaksanaan reklamasi menunjukkan
pelaksanaan reklamasi tidak memenuhi kriteria keberhasilan, Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk
melaksanakan kegiatan reklamasi sebagian atau seluruhnya dengan menggunakan
jaminan reklamasi.
Pasal
34
(1) Dalam
hal jaminan reklamasi tidak menutupi untuk menyelesaikan reklamasi, kekurangan
biaya untuk penyelesaian reklamasi menjadi tanggung jawab pemegang IUP atau
IUPK.
(2) Dalam
hal terdapat kelebihan jaminan dari biaya yang diperlukan untuk penyelesaian
reklamasi, kelebihan biaya dapat dicairkan oleh pemegang IUP atau IUPK setelah mendapat
persetujuan dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal
35
Pemegang
IUP atau IUPK dapat mengajukan permohonan pencairan atau pelepasan jaminan
reklamasi kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan tingkat keberhasilan reklamasi.
Pasal
36
Ketentuan
lebih lanjut mengenai jaminan reklamasi diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian
Ketiga
Jaminan
Pascatambang
Pasal
37
(1) Jaminan
pascatambang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf b ditetapkan
sesuai dengan rencana pascatambang.
(2) Jaminan
pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan setiap tahun dalam
bentuk deposito berjangka pada bank pemerintah.
(3) Penempatan
jaminan pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak rencana pascatambang disetujui
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal
38
Penempatan
jaminan pascatambang tidak menghilangkan kewajiban pemegang IUP Operasi
Produksi dan IUPK Operasi Produksi untuk melaksanakan pascatambang.
Pasal
39
Apabila
berdasarkan hasil penilaian terhadap pelaksanaan pascatambang menunjukkan
pascatambang tidak memenuhi kriteria keberhasilan, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk
melaksanakan kegiatan pascatambang sebagian atau seluruhnya dengan menggunakan
jaminan pascatambang.
Pasal
40
Dalam
hal jaminan pascatambang tidak menutupi untuk menyelesaikan pascatambang,
kekurangan biaya untuk penyelesaian pascatambang menjadi tanggung jawab
pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi.
Pasal
41
Dalam
hal kegiatan usaha pertambangan berakhir sebelum jangka waktu yang telah
ditentukan dalam rencana pascatambang, pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK
Operasi Produksi wajib menyediakan jaminan pascatambang sesuai dengan yang
telah ditetapkan.
Pasal
42
Pemegang
IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi dapat mengajukan permohonan
pencairan jaminan pascatambang kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya dengan melampirkan program dan rencana biaya pascatambang.
Pasal
43
Ketentuan
lebih lanjut mengenai jaminan pascatambang diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB
VII
REKLAMASI
DAN PASCATAMBANG BAGI PEMEGANG IPR
Pasal
44
(1) Pemerintah
kabupaten/kota sebelum menerbitkan IPR pada wilayah pertambangan rakyat, wajib
menyusun rencana reklamasi dan rencana pascatambang untuk setiap wilayah pertambangan
rakyat.
(2) Rencana
reklamasi dan rencana pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
berdasarkan dokumen lingkungan hidup yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal
45
(1) Bupati/walikota
menetapkan rencana reklamasi dan rencana pascatambang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 untuk pemegang IPR.
(2) Pemegang
IPR bersama dengan bupati/walikota wajib melaksanakan reklamasi dan
pascatambang sesuai dengan rencana reklamasi dan rencana pascatambang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal
46
Ketentuan
lebih lanjut mengenai reklamasi dan pascatambang pada wilayah pertambangan
rakyat diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota dengan berpedoman pada
Peraturan Pemerintah ini.
BAB
VIII
PENYERAHAN
LAHAN REKLAMASI DAN
LAHAN
PASCATAMBANG
Pasal
47
(1) Pemegang
IUP dan IUPK wajib menyerahkan lahan yang telah direklamasi kepada pihak yang
berhak sesuai dengan peraturan perundang-undangan melalui Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Pemegang
IUP dan IUPK dapat mengajukan permohonan penundaan penyerahan lahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) baik sebagian atau seluruhnya kepada Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya apabila lahan yang telah
direklamasi masih diperlukan untuk pertambangan.
Pasal
48
Pemegang
IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi yang telah selesai melaksanakan
pascatambang wajib menyerahkan lahan pascatambang kepada pihak yang berhak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan melalui Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
Pasal
49
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara penyerahan lahan yang telah selesai direklamasi
dan lahan yang telah selesai dilakukan pascatambang diatur dengan Peraturan
Menteri.
BAB
IX
SANKSI
ADMINISTRATIF
Pasal
50
(1) Pemegang
IUP, IUPK, atau IPR yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) atau ayat (2), Pasal 3 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 4 ayat (4), Pasal
5 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21, Pasal
22 ayat (1), Pasal 25 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3), Pasal 26 ayat (1),
Pasal 29 ayat (1), Pasal 41, Pasal 45 ayat (2), Pasal 47 ayat (1), atau Pasal
48 dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. peringatan
tertulis;
b. penghentian
sementara kegiatan; dan/atau
c. pencabutan
IUP, IUPK, atau IPR.
(3) Pemegang
IUP, IUPK, atau IPR yang dikenai sanksi administratif berupa pencabutan IUP,
IUPK, atau IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, tidak menghilangkan
kewajibannya untuk melakukan reklamasi dan pascatambang.
(4) Sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal
51
(1) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif kepada pemegang
IUP dan IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 diatur dengan Peraturan
Menteri.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif kepada pemegang
IPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.
BAB
X
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
52
Rencana
reklamasi dan/atau rencana pascatambang yang disampaikan oleh pemegang Kontrak
Karya, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, dan pemegang IUP
yang telah memperoleh persetujuan dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini,
dinyatakan tetap berlaku dan wajib menyesuaikan rencana reklamasi dan/atau
rencana pascatambang sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dalam
jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah
ini.
Pasal
53
(1) Pemegang
Kontrak Karya, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, dan pemegang
IUP Eksplorasi yang belum menempatkan jaminan reklamasi sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini, wajib menempatkan jaminan reklamasi sesuai dengan ketentuan
Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya
Peraturan Pemerintah ini.
(2) Pemegang
Kontrak Karya, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, dan pemegang
IUP Operasi Produksi yang belum menempatkan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang
sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini, wajib menempatkan jaminan
reklamasi dan jaminan pascatambang dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga)
bulan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
BAB
XI
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
54
Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta
pada
tanggal 20 Desember 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR.
H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 20 Desember 2010
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
PATRIALIS
AKBAR
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2010 NOMOR 138
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
78 TAHUN 2010
TENTANG
REKLAMASI
DAN PASCATAMBANG
I. UMUM
Dalam
rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan harus
dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan
partisipasi masyarakat.
Kegiatan
pertambangan jika tidak dilaksanakan secara tepat dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan, terutama gangguan keseimbangan permukaan tanah
yang cukup besar. Dampak lingkungan akibat kegiatan pertambangan antara lain:
penurunan produktivitas lahan, tanah bertambah padat, terjadinya erosi dan
sedimentasi, terjadinya gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan
fauna, terganggunya kesehatan masyarakat, serta perubahan iklim mikro. Oleh
karena itu perlu dilakukan kegiatan reklamasi dan kegiatan pascatambang yang
tepat serta terintegrasi dengan kegiatan pertambangan. Kegiatan reklamasi harus
dilakukan sedini mungkin dan tidak harus menunggu proses pertambangan secara
keseluruhan selesai dilakukan.
Praktik
terbaik pengelolaan lingkungan di pertambangan menuntut proses yang
terus-menerus dan terpadu pada seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang
meliputi sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,
pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
Perencanaan
dan pelaksanaan yang tepat merupakan rangkaian pengelolaan pertambangan yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sehingga akan mengurangi dampak negatif
akibat kegiatan usaha pertambangan.
II. PASAL
DEMI PASAL
Pasal
1
Cukup jelas.
Pasal
2
Cukup jelas.
Pasal
3
Cukup jelas.
Pasal
4
Cukup jelas.
Pasal
5
Cukup jelas.
Pasal
6
Cukup jelas.
Pasal
7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Tata
guna lahan sebelum dan sesudah ditambang disesuaikan dengan status lahan dan
tata ruang saat dokumen lingkungan hidup disusun.
Tata
guna lahan sesudah ditambang disesuaikan dengan peruntukan lahan pascatambang
sesuai dengan kesepakatan dengan pemilik lahan dan tata ruang.
Huruf b
Pembukaan
lahan dalam ketentuan ini antara lain kegiatan pembersihan lahan (land clearing)
dan penggalian untuk keperluan tambang, timbunan, jalan, kolam sedimen, dan sarana
penunjang.
Huruf
c
Program
reklamasi terhadap lahan terganggu mencakup program pemulihan untuk kurun waktu
5 (lima) tahun yang dirinci setiap tahun meliputi: lokasi lahan yang akan direklamasi,
teknik dan peralatan yang akan digunakan dalam reklamasi, sumber material
pengisi untuk back filling, revegetasi, pekerjaan sipil sesuai
peruntukan lahan bekas tambang, pemeliharaan, pemantauan dan rincian biaya reklamasi.
Huruf
d
Cukup
jelas.
Huruf
e
Biaya
langsung dalam ketentuan ini meliputi biaya penatagunaan lahan, revegetasi,
pencegahan dan penanggulangan air asam tambang, pekerjaan sipil sesuai peruntukan
lahan pascatambang.
Biaya
tidak langsung dalam ketentuan ini meliputi biaya mobilisasi dan demobilisasi
alat, perencanaan reklamasi, administrasi, dan supervisi.
Ayat
(5)
Cukup jelas.
Pasal
8
Cukup jelas.
Pasal
9
Cukup jelas.
Pasal
10
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Biaya
langsung dalam ketentuan ini meliputi biaya pascatambang pada tapak bekas
tambang, fasilitas pengolahan dan pemurnian, fasilitas penunjang, pemeliharaan
dan peralatan, sosial dan ekonomi, serta pemantauan.
Biaya
tidak langsung dalam ketentuan ini meliputi biaya mobilisasi dan demobilisasi
alat, perencanaan pascatambang, administrasi, dan supervisi.
Pasal
11
Konsultasi
dalam ketentuan ini adalah dalam rangka tukar pikiran untuk mendapatkan saran
terhadap penyusunan program rencana pascatambang.
Instansi
terkait lainnya dalam ketentuan ini antara lain instansi Pemerintah, pemerintah
provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang lingkungan hidup, kehutanan, atau tata ruang.
Yang
dimaksud dengan “masyarakat” adalah warga masyarakat yang terkena dampak
langsung kegiatan usaha pertambangan.
Pasal
12
Cukup jelas.
Pasal
13
Cukup jelas.
Pasal
14
Cukup jelas.
Pasal
15
Cukup jelas.
Pasal
16
Cukup jelas.
Pasal
17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Batas
waktu 2 (dua) tahun dimaksudkan untuk memberikan waktu yang mencukupi bagi
pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi untuk mempersiapkan
pelaksanaan pascatambang, seperti lelang pelaksana kegiatan, pengaturan peralatan
dan karyawan, dan lain-lainnya.
Pasal
18
Cukup jelas.
Pasal
19
Cukup jelas.
Pasal
20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan “pejabat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan reklamasi dan
pascatambang” yaitu Kepala Teknik Tambang.
Pasal
21
Pelaksanaan
reklamasi wajib dilaksanakan secepatnya untuk menghindari kerusakan lahan yang
lebih parah dan untuk efisiensi penggunaan peralatan, bahan, dan sumber daya
manusia.
Pasal
22
Cukup jelas.
Pasal
23
Cukup jelas.
Pasal
24
Cukup jelas.
Pasal
25
Ayat (1)
Pelaksanaan
pascatambang dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan tahapan pengakhiran
kegiatan usaha pertambangan atau secara sekaligus dan menyeluruh setelah seluruh
kegiatan usaha pertambangan berakhir.
Ayat
(2)
Berakhirnya
kegiatan usaha pertambangan sebelum jangka waktu yang ditentukan dalam rencana
pascatambang, dapat terjadi karena ketidaklayakan usaha pertambangan secara permanen.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal
26
Cukup jelas.
Pasal
27
Cukup jelas.
Pasal
28
Cukup jelas.
Pasal
29
Cukup jelas.
Pasal
30
Ayat (1)
Jaminan
reklamasi dalam ketentuan ini harus menutupi seluruh biaya pelaksanaan
reklamasi.
Biaya
pelaksanaan reklamasi dalam ketentuan ini dihitung berdasarkan pelaksanaan
reklamasi oleh pihak ketiga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal
31
Ayat (1)
Jaminan
reklamasi dalam ketentuan ini harus menutupi seluruh biaya pelaksanaan
reklamasi.
Biaya
pelaksanaan reklamasi dalam ketentuan ini dihitung berdasarkan pelaksanaan
reklamasi oleh pihak ketiga.
Ayat
(2)
Huruf
a
Yang
dimaksud rekening bersama (escrow account) dalam ketentuan ini merupakan
rekening antara pemegang IUP atau IUPK dengan Menteri, gubernur,
bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan.
Huruf
b
Cukup jelas.
Huruf
c
Cukup jelas.
Huruf
d
Cukup jelas.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Pasal
32
Cukup jelas.
Pasal
33
Pihak
ketiga dalam ketentuan ini adalah kontraktor pelaksanaan reklamasi.
Pasal
34
Cukup jelas.
Pasal
35
Cukup jelas.
Pasal
36
Cukup jelas.
Pasal
37
Ayat (1)
Jaminan
Pascatambang dalam ketentuan ini harus menutupi seluruh biaya pelaksanaan
pekerjaan pascatambang.
Biaya
pelaksanaan pascatambang dalam ketentuan ini dihitung berdasarkan pascatambang
yang dilakukan oleh pihak ketiga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal
38
Cukup jelas.
Pasal
39
Pihak
ketiga dalam ketentuan ini adalah kontraktor pelaksanaan pascatambang.
Pasal
40
Cukup jelas.
Pasal
41
Cukup jelas.
Pasal
42
Cukup jelas.
Pasal
43
Cukup jelas.
Pasal
44
Cukup jelas.
Pasal
45
Cukup jelas.
Pasal
46
Cukup jelas.
Pasal
47
Ayat (1)
Lahan
yang telah direklamasi adalah lahan yang telah memenuhi kriteria keberhasilan
reklamasi berdasarkan evaluasi oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
Ayat (2)
Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota dapat memberikan penundaan penyerahan lahan
sepanjang sesuai dengan perjanjian penggunaan tanah antara pemegang IUP atau
IUPK dengan pemegang hak atas tanah atau izin pinjam pakai kawasan hutan.
Pasal
48
Dinyatakan
selesai melaksanakan pascatambang apabila telah memenuhi kriteria keberhasilan
pascatambang berdasarkan evaluasi oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
Pasal
49
Cukup jelas.
Pasal
50
Cukup jelas.
Pasal
51
Cukup jelas.
Pasal
52
Cukup jelas.
Pasal
53
Cukup jelas.
Pasal
54
Cukup jelas.
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5172
Tidak ada komentar:
Posting Komentar